Catatan Ke-1 Debat Capres I 17 Januari 2019

Saya sedikit bingung,  pak Prabowo acap kali membuat perbandingan tidak berbasis data atau akurasi data yang baik. Alih - alih menjawab kiat untuk memberantas korupsi dengan menaikan gaji ASN / PNS kemudian mengambil sampling ke Jawa Tengah dibanding negara Malaysia, bagi saya agak kurang tepat dan kacau. 

Dari berbagai data, terbaru ditulis detikcom sebagai berikut ---- >>

"Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip detikcom, Kamis (17/1/2019), luas Jawa Tengah saat pengukuran tahun 2017 adalah 32.544,12 km persegi. Provinsi Jawa Tengah sendiri terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota. 

Sementara itu luas negara Malaysia mengutip website Badan Statistik Malaysia, hingga tahun 2016 luasan negara Malaysia adalah 330.345 km persegi. Artinya, luasan Malaysia hampir 10 kali luasan Jawa Tengah."

Dari sini jelas bahwa sampling yang diambil sangat bertentangan dan tidak akurat, luas Malaysia data 2016 ( baca detikcom ) kurang lebih 10 kali lebih luas dari provinsi Jawa Tengah. 

Kemudian soal perilaku korupsi itu disebabkan oleh penghasilan rendah yang diterima olah para pejabat, tidak bisa dijadikan indikator tunggal sebagai alasan. Fakta hukum hari ini berbanding terbalik, korupsi bahkan bisa dilakukan oleh pejabat negara, PNS / ASN dengan penghasilan dan tunjangan kinerja yang luar biasa besar. Dengan menaikan gaji dan tunjangan kinerja pejabat negara, PNS / ASN tidak memberi jaminan bahwa korupsi akan berhenti atau sederhananya penghasilan tidak menjadi indikator tunggal suburnya perilaku korupsi. Kemudian pada fase lainnya koruptor bisa datang dari setiap lapisan secara  struktural, baik PNS / ASN yang menduduki jabatan dalam struktur atau non struktur apapun dari sistem birokrasi, baik di lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif bisa saja terpapar perilaku korupsi. Jadi koreksi terhadap pak Prabowo soal korupsi tidak fair jika menjadikan kecilnya penghasilan pejabat negara, PNS / ASN sebagai alasan mewabahnya korupsi hingga  stadium 4 ( Bahasa pak Prabowo dalam satu bagian kampanye ) yang pada debat I malam ini secara terang dibantah dan ditolak oleh pak Jokowidodo soal korupsi memasuki stadium 4 ala pak Prabowo tersebut. 

Korupsi itu soal tabiat, soal keserakahan, soal mental dan sikap bukan soal penghasilan semata, tentu yang harus kembali dibenahi oleh siapapun presidennya nanti, untuk menekan angka korupsi adalah pada tahap pencegahan bukan lagi berorientasi pada penindakkan. Harus ada perbaikan atau penyesuaian pada UU TIPIKOR ( Undang - Undang Tindak Pidana Korupsi ) yang berfokus pada sistem pencegahannya dengan membatasi ruang dan kebijakan pada penggunaan keuang negara yang lebih ketat, transparan dan efektif. UU TIPIKOR harus berevolusi dengan menitikberatkan pada pencegahan. Perbaikan sistem dan praktek terhadap UU TIPIKOR wajib didorong oleh siapapun presidennya nanti melalui proses legislasi nasional dengan acuan utamanya soal pencegahan, ini tidak berarti meniadakan atau mendegradasikan penindakkan dalam sistem pemberantasan korupsi. 

Penindakkan tetap dilihat penting tetapi bukan lagi dijadikan orientasi untuk menekan perilaku korupsi, paradigma korupsi harus bermutasi pada pencegahan. Sedangkan penindakkan harus diletakan pada skala hukum sebagai ultimum remedium ( upaya akhir dalam proses pidana ) yang dalam proses pelaksanaanya,  jika pada tahap pencegahan pelaku korupsi tidak atau sulit dideteksi dan terus melakukan korupsi. Evolusi sistem dan praktek pemberantasan TIPIKOR kita oleh presidan terpilih nanti harus bergeser dari penindakkan kepada  pencegahan. Penindakkan tidak boleh lagi dilihat sebagai primium remedium untuk menekan korupsi tetapi pencegahan yang harus digaungkan dalam proses legislasi nasional nanti. 

Kalau kita berkaca pada data yang kabur tidak berdasar dari pak Prabowo dengan mengambil provinsi Jawa Tengah sebagai contoh untuk mengukur tingkat penghasilan ASN / PNS dan perilaku korupsi, lagi - lagi tidak berbanding lurus. Berdasarkan rilis data dari BKN atau Badan Kepegawaian Negara pada tahun 2018 bulan September ( Mohon dikoreksi kalau salah / keliru ), terdapat 2.259 PNS di daerah ( Seluruh Indonesia ) yang terjerat kasus korupsi. Dari jumlah tersebut, provinsi Jawa Tengah sebagai sampling yang diambil pak Prabowo, ratio korupsi PNS malah rendah jika saya bandingkan dengan provinsi saya NTT yang menduduki peringkat 4 dengan jumlah 183 ( Silakan dikoreksi ) PNS korupsi, sementara provinsi Jawa Tengah ada di posisi 26 dengan jumlah 23 PNS Korupsi. Artinya perbandingan data dengan mengambil provinsi Jawa Tengah sebagai contoh luas wilayah dan ratio korupsi PNS jelas salah, keliru dan tidak berbasis data yang baik dan terpercaya. 

Mari menalar debat capres dengan bijak, jelas dan terang. 

Catatan : Semoga debat capres II, III dan IV nanti lebih hidup, 'provokatif' dan jauh dari kesan debat kaku. Perlu perbaikan dari KPU soal format debat di debat - debat berikutnya agar lebih 'menggigit'. 


Beny Daga KP & Rekan
Kamis, 17 Januari 2019






Lisensi Creative Commons
Catatan Ke-1 Debat Capres I 17 Januari 2019 oleh Benediktus Daga, SH disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional.
Berdasarkan ciptaan pada http://floresnusaku.blogspot.com/

Comments

Post a Comment