MEMBACA KASUS AHOK, BUNI YANI, AHMAD DHANI HINGGA BELAJAR DARI VANESSA ANGEL

Catatan Akhir Bulan

Kasus Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok, Buni Yani dan Ahmad Dhani hanyalah contoh dari beberapa kasus lainnya yang berkaitan erat dengan Tindak Pidana Informasi Dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Kekhususan sebagai lex specialis dalam sistem pemidanaan yang berlaku di Indonesia menjadi warning untuk pegiat dunia maya agar lebih bijak dan cerdas ketika berinteraksi, baik itu di laman facebook, instagram, tweeter atau media - media sosial lainnya yang memiliki nilai publisnya tinggi. Kehadiran UU ITE No. 11 Tahun 2008 memberi pesan yang kuat kepada kita, bahwa arus gerak roda tekhnologi yang memudahkan kita berinteraksi tetap harus terkontrol dan tidak berlaku surut terhadap setiap jenis dan bentuk tindak pidana yang memiliki kekhususan pada kejahatan - kejahatan cyber. UU ITE harus kita apresiasi dalam konteks memerangi kejahatan cyber yang bisa menyerang siapa saja. Kalau kemudian terdapat kelemahan - kelemahan karena informasi dan tekhnology yang begitu cepat bergerak sehingga memungkinkan adanya modus operandi baru di dunia cyber bagi seseorang untuk melakukan kejahatan maka kita jangan berhenti mendorong, mengkritisi dan memberi masukkan agar ada perbaikan - berbaikkan dalam sistem pemidanaan daripada UU ITE No. 11 Tahun 2008 tersebut menjadi lebih baik. 

Studi Kasus. 

Terbaru saya diberi pertanyaan, "Lalu, gimana bang dengan putusan Kasasi Buni Yani yang pada bagian amar putusannya tidak mencantumkan diktum kurungan badan ( Penjara ), apakah itu cacat hukum ketika Buni Yani tetap akan dieksekusi?"  Sebelum saya menjawab; Jujur, berita soal Buni Yani  dan Ahmad Dhani (Selain soal Ahok saat itu karena memang nilai publishnya begitu masif), kalah menarik dengan berita soal penetapan Vanessa Angel sebagai tersangkah dalam kasus prostitusi on line bernilai 80 juta itu. Sebenarnya saya lebih menarik ketika saya dikasih pertanyaan soal VA, bukan karena nilai 80 jutanya atau karena foto syurnya yang sempat mampir juga ke pesan whatsapp saya tetapi soal kerja penyidik yang tepat dalam hal membuka kejahatan cyber sebelum menetapkan VA sebagai tersangkah (Soal VA ini juga sudah saya tuliskan di laman facebook saya secara khusus untuk menjawab share beberapa rekan pengacara yang meragukkan gelar dan ekspose perkara VA oleh Polda Jatim, akh Lupakan tindak pidana VA sejenak; mari kita bergeser pada topik kita karena bahas soal 80 Juta ini 7 hari 7 malam tidak akan tuntas, kita bahas UU ITE secara substansial dari Putusan Kasasi Buni Yani ). 

Pertanyaan soal eksekusi putusan kasasi Buni Yani diatas memberi gambaran yang utuh dari equal before the law berjalan secara berimbang dan memiliki dasar hukum dan pertimbangan yang adil soal kemanusiaan. Membaca kasus Buni Yani tidak bisa kita kemudian membuat kesimpulan hanya berdasarkan putusan pada tingkat kasasi tetapi kita harus bisa melihat secara keseluruhan sejak di tingkat Pengadilan Negeri ( PN ), Pengadilan Tinggi ( PT ) dan Mahkamah Agung ( MA ). Proses - proses yang dilalui sejak putusan tingkat pertama, tingkat banding dan kasasi memberikan kita satu kesimpulan hukum yang kuat bahwa ada nilai edukasi di bidang hukum yang positif untuk kita. Terkakit putusan kasaai Buni Yani apabila jaksa tidak menjalankan isi putusan untuk melakukan eksekusi terhadap Buni Yani maka jaksa dalam kedudukannya telah melakukan perbuatan melawan hukum yang pada prosesnya bisa dikenakan hukuman baik secara kelembagaan atau secara hukum positif ( Pidana). 


Proses eksekusi terhadap Buni Yani harus dilaksanakan! Kemudian bagaimana dengan upaya PK ( Peninjauan Kembali ) jika itu ditempuh oleh Buni Yani? ketentuan pasal 66 ayat 2 UU No.14 Tahun 1985 kemudian diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004  ditentukan bahwa  permohonana PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan. Atas dasar inilah maka kewenangan yang diberikan oleh UU kepada jaksa agar bisa menjalankan isi putusan kasasi, Buni Yani harus tetap dieksekusi. Isi undang - undang tentang MA ini sebagai landas pijak yang harus diikuti dan dipatuhi baik oleh terdakwa atau oleh jakasa yang melakukan elsekusi ( Jaksa Eksekutor ). Buni Yani harus tunduk atas perintah undang - undang agar secara sukarela berdasarkan isi putusan kasasi mendatangi kejaksaan negeri dimana dia harus dieksekusi. 

Bagaimana jika di dalam amar putusan kasasi tidak terdapat diktum atau perintah untuk dipenjara (Kurungan badan), apakah tetap bisa Buni Yani diesekusi? Tentu tetap dieksekusi sekalipun pada bagian amar putusan tidak terdapat isi yang menjelaskan tentang kurungan badan (Penjara). Sebagaimana pada penjelasan terdahulu bahwa ketika kita melihat dan membaca isi putusan Buni Yani maka kita tidak bisa membaca secara parsial. Setiap putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan pada semua tingkatan memiliki korelasi kuat, demikian dengan putusan Buni Yani tidak boleh kita membaca secara serampangan, kita harus melihat, menganalisa dan menafsirkan secara utuh sehingga tidak melahirkan persepsi yang keliru dalam konteks penegakkan hukum. 

Kalau kita memperhatikan isi putusan Buni Yani ( Bisa diakses dari web MA ) pada bagian amar putusannya cukup jelas bahwa diktumnya selalu berkorelasi dengan putusan - putusan sebelumnya. Kita tidak bisa menafsirkan isi putusan itu selain menganalisa secara kompherensif daripada proses dan putusan dibawahnya yang secara terang dan tegas melalui putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 674/Pid.Sus/2017, Buni Yani dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, dan menghilangkan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.

Kemudian atas putusan PN Bandung terdakwa Buni Yani melakukan perlawanan melalui upaya hukum Banding, hasilnyapun sama. Majelis hakim pada pengadilan banding memperkuat putusan judex facti pada tingkat pertama, hingga adanya putusan kassasi yang menolak kasasi baik terdakwa dalam hal ini Buni Yani maupun Jaksa Penuntut Umum sama - sama mengajukan upaya hukum kasasi. Dengan ditolaknya putusan kasasi maka Buni Yani tidak bisa lagi berkelit bahwa tidak terdapatnya isi putusan kasasi soal kurungan badan ( Penjara ) karena alasan penangguhan eksekusi ( Adanya PK ) tidaklah substansial dan bukan menjadi pertimbangan mendasar dalam menjalankan isi putusan. 

Dasar dijalankan isi putusan oleh jaksa untuk segera melakukan eksekusi sesuai isi putusan kasasi yang menolak kasasi terdakwa Buni Yani dan kasasi Jaksa tidak bisa ditafsir lain selain kembali melihat putusan pada setiap tingkatan yang menjadi acuhan pokok untuk dilaksanakan eksekusi. Jika kita perhatikan isi putusan pada PN Bandung yang menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, kemudian putusan pengadilan tingkat banding ikut memperkuat putusan PN Bandung dan terbaru putusan kasasi MENOLAK kasasi yang diajukan baik oleh Buni Yani selaku terdakwa maupun oleh Jaksa Penuntut Umum. 

Amar MENOLAK kasasi pada diktum putusan kasasi memang tidak memuat kalimat atau frasah soal kurungan badan ( Penjara ) tetapi itu cukup dimengerti bahwa pengadilan memiliki pertimbangan yang sama soal korelasi isi putusan pada semua tingkatan. Lain soal atau setidak - tidaknya pada bagian isi dari amar putusan ada frasah atau diktum soal memerintah Jaksa Penuntut Umum baik sebagai termohon atau pemohon pada putusan banding atau kasasi untuk membebaskan atau tidak dilakukan penahanan terhadap terdakwah dalam hal ini terhadap Buni Yani maka hal ini tidak bisa ditafsir lain selain bebas atau tidak dilakukan kurungan badan ( Penjara ).

Dengan demikian kita tidak lagi terprofokasi dengan banyaknya informasi yang berseliweran di jagad maya bahwa adanya diskriminasi atas putusan pengadilan (MA) atau adanya kriminalisasi terhadap kelompok, organisasi atau orang perorangan. Di era keterbukaan ini kita dituntut tidak hanya menjaga lisan tetapi penting juga untuk mengendalikan jempol - jempol kita saat berselancar di dunia maya. Cukuplah Basuki Tjahaya Purnama, Buni Yani atau Ahmad Dhani menjadi contoh bagaimana ketika UU ITE No. 11 Tahun 2008 ditegakkan atau berhentilah di Vanessa Angel karena 80 Juta saja tidak akan cukup membayar jasa lawyer di setiap tingkatan peradilan. 

Salam, Cibinong 31 Januari 2019
Beny Daga,  KP & Rekan


Lisensi Creative Commons
MEMBACA KASUS AHOK, BUNI YANI, AHMAD DHANI HINGGA BELAJAR DARI VANESSA ANGEL oleh Benediktus Daga, SH 
Berdasarkan ciptaan pada http://floresnusaku.blogspot.com/.
Izin di luar dari ruang lingkup lisensi ini dapat tersedia pada https://www.facebook.com/beny.daga.

Comments